BERITA ONLINE

Rabu, 01 Juni 2011

Jadikan Hari Lahirnya Pancasila Momentum Introspeksi Diri




Sekretaris Dewan Pimpinan Kota (DPK) Masyarakat Pancasila Indonesia (MPI) Kota Medan, dr Rudi Arief MM, mengajak segenap elemen masyarakat untuk menjadikan hari lahirnya Pancasila yang jatuh pada 1 Juni sebagai momentum introspeksi diri untuk tetap teguh mempertahankan ideologi negara itu.
"Hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945 perlu menjadi renungan kita semua bahwa ideologi negara kita itu menjadi kekuatan pemersatu bangsa agar tidak terpecah belah di tengah munculnya paham-paham radikalisme yang bertentangan dengan semangat UUD 1945," kata Rudi Arief kepada wartawan di Medan, Selasa (31/05).
Menurutnya, kebulatan tekad bangsa ini menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara sudah menjadi harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu, segenap elemen masyarakat jangan lagi mudah terjebak masuknya paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila karena bisa memecah belah keutuhan negara yang selama ini sudah cukup kondusif.
"Pancasila sudah menjadi harga mati sebagaimana keinginan pendiri bangsa. Jadi kita jangan mudah terjebak atas masuknya paham-paham baru yang sifatnya hendak memecah belah keutuhan bangsa," kata politisi Partai Golongan Karya ini.
Rudi Arief menambahkan Pancasila sudah menjadi alat pemersatu bangsa dan pengorbanan untuk mempertahankannya dahulu penuh dengan perjuangan darah dan air mata. Oleh sebab itu, imbau Rudi Arief, kesucian Pancasila jangan dikotori lagi dengan hal-hal yang sifatnya mementingkan kelompok pribadi.
"Sebab tujuan dilahirkannya Pancasila adalah untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang beragam suku, agama dan ras," katanya.
Rudi Arief juga dalam kesempatan itu mengucapkan terima kasih kepada Meherban Shah, sebagai penggagas berdirinya organisasi Masyarakat Pancasila Indonesia (MPI) yang tetap berkomitmen menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara.
Aliansi Sumut Bersatu
Sementara itu Aliansi Sumut Bersatu (ASB) dalam pernyataan sikapnya berjudul "Pancasila, Masihkah Sebagai Idiologi Bangsa?" yang disampaikan kepada Analisa, Selasa (31/5) antara lain menyebutkan lemahnya penghormatan dan pengakuan terhadap Pancasila dalam konteks kekinian dapat dilihat berdasarkan data dari Komnas Perempuan yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 1999 hingga 2009 menunjukkan sebanyak 154 kebijakan pemerintah daerah di Indonesia menjadi sarana pelembagaan diskriminasi baik dari tujuannya maupun dampaknya.
Fakta menunjukkan bahwa Pancasila sebagai idiologi Negara semakin terancam. Jika merujuk kepada empat pilar kebangsaan (Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika), kebijakan dan tindakan intoleransi diatas jelas bertentangan dengan keempat pilar kebangsaan tersebut dan melegitimasi diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Mencermati kondisi tersebut, ASB organisasi masyarakat sipil yang konsern terhadap persoalan keberagaman meminta Pemerintah Pusat agar mengawasi dan membatalkan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang bertentangan dengan empat pilar kebangsaan dan bertujuan serta berdampak diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan dan jaminan keamanan terhadap seluruh Warga Negara sebagaimana mandate dari UUD 1945 khususnya kelompok minoritas korban kekerasan berbasis agama dan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku-pelaku tindakan intoleransi.
Kemudian meminta Pemerintah agar berpartisipasi aktif dalam merawat Kebhinekaan dan memperkuat idiologi Pancasila dalam konsep dan implementasi serta mengajak masyarakat Republik Indonesia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan keagamaan, secara bersama-sama menjunjung tinggi Pancasila sebagai idiologi Negara sebagai bukti penghormatan dan pengakuan terhadap keberagaman. (SUMBER;ANALISA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar